Permaisuriresmi mendampingi raja sehari-hari dalam urusan kerajaan, sedangkan para selir hanya melayani kebutuhan raja dalam urusan rumah tangga dan soal seks Sebut saja namanya Ida, Ida merupakan Wanita dari Kota A dan punya Paman (adik kandung Orang Tua Ida) tinggal di Kota B akan tetapi memiliki usaha di Kota salatiga Beliau didampingi oleh
Tapi budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan. Geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné! Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui, tapi engké lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Menurut Prabu Siliwangi, yang
RatuAdil yang akan membawa kemakmuran dan keadilan. Inilah Budak Angon yang ditunggu di Birit LeuwiReferensiVideo Gd Sate: Rifky Akmal ChannelNaskah: http:/
Selirsenior yang sangat cerewet ini juga kerap mengganggu jalannya musyawarah kerajaan Gambar tema oleh peterjseager 4 Bulan yang lalu - Kisah Raja Thailand yang membebaskan selir nya yang pernah dipenjarakannya lalu menempatkannya di hotel berbintang di Jerman Pasangan hutan bambu yaitu koki kerajaan dan dayang Choi diperankan oleh Kim Inkwon dan Cha Junghwa, sedangkan kisah cinta segitiga
KeanSantang adalah putra Prabu Siliwangi. Dia terkenal gagah berani dan tidak ada seorang pun di Pulau Jawa yang dapat menandinginya. Pada suatu hari, Kean Santang menghadap ayahnya, yaitu Prabu Siliwangi untuk menyampaikan bahwa dia ingin melihat darahnya sendiri. Ayahnya tertegun mendengar keinginan anaknya itu.
5ofJC. Sebelum saya mulai membedah, saya suguhkan Rajah Siliwangi kepada Anda Lain ngusik ula mandina, lain ngahudang macan turu-na. Lain ngungkit nu kamari, lain ngungkab nu baheula. Rek ngaguar tutungkusan karuhun. Amit ampun nya paralun ka Gusti nu Maha Agung, Ka Nabi anu Linuhung, Muhammad anu di junjung, rahmat syafaâat ka suhun. Sim kuring neda papayung. Ka luhur neda papayung, papayung nu Maha Agung Ka handap neda pangraksa, pangraksa Maha Kawasa Kaler, Kulon, Kidul, Wetan Mugi diaping di jaring. Ti luhur ti Karuhun, ti Buyut ti Nini Aki nu nurunkeun kabudayaan degung, pantun, tembang, kawih ieu abdi sadayana seja ngaraksa mupusti Amit ka nu mangku lembur, kanu nyungsi dinu sepi, nu keur genah tumaninah Bisi ka usik keur calik, ka langkah kaliliwatan neda agung nya haksami Amit ngahudang wayangkeun. ======================== âBudak Angonâ adalah sebuah istilah yang terdapat dalam âUga Wangsit Siliwangiâ. Dalam Uga tersebut disebutkan, bahwa âBudak Angonâ adalah seorang tokoh yang diceritakan bisa menjadi tumpuan harapan atas kondisi suatu bangsa yang dari masa ke masa semakin kacau dan tidak karuan, terkait bobroknya mental para pejabat dan penguasanya. Sudah banyak sekali sumber yang mencoba membedah siapa sebenarnya âBudak Angonâ itu, tentunya dengan versinya masing-masing. Dengan banyaknya sumber yang telah ada, maka saya pun menyarankan kepada Anda untuk menelaah semua sumber, dan tidak terpaku hanya kepada satu sumber saja, karena semuanya juga masih berupa prediksi, dan mempunyai banyak kemungkinan. Banyaknya kemungkinan itu dikarenakan dalam Uga-nya sendiri memakai bahasa perumpamaan yang memiliki arti yang multitafsir. Selain itu juga sangat tergantung kepada tingkat pengetahuan dan kemampuan seseorang penafsir dalam membaca setiap petunjuk-petunjuk yang ada, baik itu petunjuk dalam uga-nya sendiri, maupun dalam tataran realitasnya. Ciri âBudak Angonâ yang dikemukakan dalam Uga tersebut yaitu âImahna di birit leuwi, pantona batu satangtung, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangona ? Lain kebo lain embe, lain meong lain banteng, tapi kalakay jeung tutunggulâ ========================= âRumahnya di pinggir kali, pintunya batu setinggi badan, tertutupi oleh âhandeuleumâ, terimbuni oleh âhanjuangâ. Kalau menggembalanya? Bukan kerbau bukan kambing, bukan kucing lebih kepada kucing besar, bukan banteng, tapi daun kering dan âtutunggulâ. Untuk membedah ciri-ciri dimaksud, saya tidak memulai dari ciri pertama, tapi saya loncat ke ciri kedua, untuk nanti didapat ciri seutuhnya dari âBudak Angonâ. âpantona batu satangtungâ Pada ciri kedua disebutkan âpantona batu satangtungâ pintunya batu setinggi badan. Panto / Pintu; adalah bagian dari rumah yang gunanya untuk keluar dan masuk. Jika kita ingin mengetahui isi rumah, maka harus masuk melalui pintu. Begitupun ketika keluar. Jika diidentikkan dengan anggota tubuh seseorang, maka identik dengan mulut. Sementara salah satu fungsi mulut adalah untuk berbicara mengungkapkan isi hati. Batu; adalah benda yang berbentuk keras dan mempunyai alur/gurat yang tegas. Identik dengan ketangguhan, keteguhan, ketegasan. Setinggi badan; mengidentikkan sesuatu yang dapat diukur oleh semua orang. Jadi, perumpamaan/siloka dari âPantona Batu Satangtungâ menurut saya adalah apa yang keluar dari mulutnya melambangkan isi hati yang tegas dan teguh pendiriannya, serta apa yang diucapkannya terukur oleh semua orang. âkahieuman ku ââhandeuleumââ Pada ciri ketiga disebutkan âkahieuman ku ââhandeuleumââ tertutupi oleh âhandeuleumâ. Dalam bahasa Sunda, âhandeuleumâ adalah nama sebuah tumbuhann yang mempunyai daun berwarna merah, hampir sama dengan daun mengkudu. Suka dibuat pagar hidup di pekarangan, sebab dipercaya ada manfaatnya maunat. Pekarangan yang ditanami oleh âhandeuleumâ akan terlihat penuh misteri seram/angker, dan tanaman ini ditakuti oleh para pencuri, karena seperti ada âpenunggunyaâ. Jadi menurut saya, siloka dari âkahieuman ku ââhandeuleumââ adalah sosok âBudak Angonâ tersebut penuh misteri dan berwibawa, ditakuti oleh para pihak yang akan mencuri. Mencuri apa? Tentunya mencuri kekayaan bangsanya. âkarimbunan ku ââhanjuangââ Pada ciri keempat disebutkan âkarimbunan ku ââhanjuangââ terimbuni oleh âhanjuangâ. Sama halnya dengan âhandeuleumâ, âhanjuangâ juga nama sebuah tumbuhan, berdaun lebar dan panjang. Daunnya ada yang berwarna hijau dan ada juga yang berwarna merah. Daun yang berwarna merah suka disebut âhanjuang siangâ. Dalam istilah Sunda, âhanjuangâ suka diidentikan dengan âberjuang/perjuanganâ. Jadi menurut saya, siloka dari âkarimbunan ku ââhanjuangââ adalah sosok âBudak Angonâ jiwanya dipenuhi terimbuni gelora perjuangan, dan dalam tataran praktisnya, ia juga suka berjuang untuk mencapai berbagai misi. Untuk itu, setelah kita dapat makna tiga ciri dari âBudak Angonâ, yang disilokakan dengan âpantona batu satangtung, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuangâ pintunya batu setinggi badan, tertutupi oleh âhandeuleumâ, terimbuni oleh âhanjuangâ, maka untuk bisa mendapatkan makna dari ciri pertama âimahna di birit leuwiâ rumahnya di pinggir kali, jangan pernah menganggap âimahâ / rumah tersebut secara tekstual, melainkan harus dilihat bahwa âimahâ / rumah dimaksud adalah perumpamaan dari sosok raga si âBudak Angonâ yang raganya merupakan rumah bagi jiwa yang tegas, teguh, berwibawa, ditakuti oleh semua yang berniat jahat, dan penuh gelora perjuangan. Maka setelah memahami bahwa âimahâ / rumah tersebut adalah sosok raga si âbudak angonâ itu sendiri, lalu apa makna dari âbirit leuwiâ sisi kali?. Menurut saya, kali adalah tempat mengalirnya air, sementara air adalah sumber kehidupan, seperti yang tertuang dalam QS. Al-Anbiya ayat 30 â âŠâŠDan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup âŠâ Maka, hidup/keberadaan dari si âBudak Angonâ ini dekat sekali dengan sumber kehidupan / kemakmuran, ini sebagai perlambang dia bukanlah seseorang yang susah, tapi ia merupakan orang yang makmur, karena hidupnya dekat/disisi sumber kemakmuran itu sendiri. Untuk ciri selanjutnya yaitu âAri ngangona ? Lain kebo lain embe, lain meong lain banteng, tapi kalakay jeung tutunggulâ âKalau menggembalanya? Bukan kerbau bukan kambing, bukan kucing dimaksud lebih kepada kucing besar/macan/harimau, bukan banteng, tapi daun kering dan âtutunggulâ. Ciri tersebut tidak akan saya buka pada kesempatan ini, mungkin di lain waktu. Ayeuna mah, siar ku dia eta budak angon! Jig, geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang! Sekarang âmahâ, cari olehmu itu budak angon! Ayo, cepat bertindak!, Tapi, jangan menoleh ke belakang! Oleh Husnul Yakin Ali
Ciri-ciri hadirnya budak angon/satrio paningit menurut prabu siliwangi dalam uga wangsitnya sebagai berikut dijelaskan secara rinci⊠Uga Wangsit Siliwangi Membaca naskah Uga Wangsit Siliwangi terasa mengandung hakekat yang sangat tinggi bila telah memahaminya. Karena di dalamnya digambarkan situasi kondisi sosial beberapa masa utama dengan karakter pemimpinnya dalam kurun waktu perjalanan panjang sejarah negeri ini pasca kepergian Prabu Siliwangi ngahiang/menghilang. Peristiwa itu ditandai dengan menghilangnya Pajajaran. Dan sesuai sabda Prabu Siliwangi bahwa kelak kemudian akan ada banyak orang yang berusaha membuka misteri Pajajaran. Namun yang terjadi mereka yang berusaha mencari hanyalah orang-orang sombong dan takabur. Seperti diungkapkan dalam naskah tersebut berikut ini .â*âTi mimiti poĂ© ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal rĂ©a nu malungkir! Tapi engkĂ© jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu makĂ© amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arĂ©dan heula âSemenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa ditemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. Dan bahkan berlebihan kalau bicara.â Namun dalam naskah Wangsit Siliwangi ini dikatakan bahwa pada akhirnya yang mampu membuka misteri Pajajaran adalah sosok yang dikatakan sebagai âBudak Angonâ Anak Gembala. Sebagai perlambang sosok yang dikatakan oleh Prabu Siliwangi sebagai orang yang baik perangainya. âSakabĂ©h turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadĂ© laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadĂ©ngĂ©. MĂ©mang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancagĂ© hatĂ©na, ka nu weruh di semu anu saĂ©stu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip pikirna, nu hadĂ© laku lampahna. Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi mĂ©rĂ© cĂ©rĂ© ku wawangi.â âSemua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri deÂngan wewangian.â Selanjutnya dikatakan juga apa yang dilakukan oleh sosok âBudak Angonâ ini sbb âAya nu wani ngorĂ©han terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngorĂ©han bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. NyaĂ©ta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embĂ©, lain mĂ©ong lain bantĂ©ng, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung rarĂ©ang mĂ©nta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.â âAda yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala; Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? bukan kerbau bukan domba, bukan pula kucing ataupun banteng, tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui, tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. Setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.â Dari bait di atas digambarkan bahwa sosok âBudak Angonâ adalah sosok yang misterius dan tersembunyi. Apa yang dilakukannya bukanlah seperti seorang penggembala pada umumnya, akan tetapi terus berjalan mencari hakekat jawaban dan mengumpulkan apa yang menurut orang lain dianggap sudah tidak berguna atau bermanfaat. Dalam hal ini dilambangkan dengan ranting daun kering dan tunggak pohon. Sehingga secara hakekat yang dimaksudkan semua itu sebenarnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan sejarah kejadian asal-usul/sebab-musabab termasuk karya-karya warisan leluhur seperti halnya yang kita baca ini. Dimana hal-hal semacam itu karena kemajuan jaman oleh generasi digital sekarang ini dianggap sudah usang/kuno tidak berguna dan bermanfaat. Pada akhirnya yang tersirat dalam hakekat perjalanan panjang sejarah negeri ini adalah berputarnya roda Cokro Manggilingan pengulangan perjalanan sejarah. Gambaran situasi jaman dalam naskah Wangsit Siliwangi diawali dengan lambang datangnya âKerbau Buleâ dan juga âMonyet-monyetâ yang kemudian ganti menyerbu selepas Kerbau Bule pergi. Ilustrasi ini melambangkan saat datangnya para penjajah yang berdatangan ke negeri ini, baik itu Portugis maupun Belanda. Dengan politik adu domba mereka maka terjadi peperangan antar saudara. Sejarah banyak yang hilang dan diputarbalikkan. Seperti yang tertulis berikut ini âDarĂ©ngĂ©keun! Nu kiwari ngamusuhan urang, jaradi rajana ngan bakal nepi mangsa tanah bugel sisi Cibantaeun dijieun kandang kebo dongkol. Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan, sampalan kebo barulĂ©, nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun. Ti harita, raja-raja dibelenggu. Kebo bulĂ© nyekel bubuntut, turunan urang narik waluku, ngan narikna henteu karasa, sabab murah jaman seubeuh hakan. Ti dinya, waluku ditumpakan kunyuk; laju turunan urang aya nu lilir, tapi lilirna cara nu kara hudang tina ngimpi. Ti nu laleungit, tambah loba nu manggihna. Tapi loba nu pahili, aya kabawa nu lain mudu diala! Turunan urang loba nu hanteu engeuh, yĂ©n jaman ganti lalakon ! Ti dinya gehger sanagara. Panto nutup di buburak ku nu ngaranteur pamuka jalan; tapi jalan nu pasingsal! Nu tutunjuk nyumput jauh; alun-alun jadi suwung, kebo bulĂ© kalalabur; laju sampalan nu diranjah monyĂ©t! Turunan urang ngareunah seuri, tapi seuri teu anggeus, sabab kaburu warung bĂ©ak ku monyĂ©t, sawah bĂ©ak ku monyĂ©t, leuit bĂ©ak ku monyĂ©t, kebon bĂ©ak ku monyĂ©t, sawah bĂ©ak ku monyĂ©t, cawĂ©nĂ© rareuneuh ku monyĂ©t. Sagala-gala diranjah ku monyĂ©t. Turunan urang sieun ku nu niru-niru monyĂ©t. Panarat dicekel ku monyet bari diuk dina bubuntut. Walukuna ditarik ku turunan urang keneh. Loba nu paraeh kalaparan. ti dinya, turunan urang ngarep-ngarep pelak jagong, sabari nyanyahoanan maresĂ©k caturangga. Hanteu arengeuh, yĂ©n jaman geus ganti deui lalakon.â âDengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk sementara waktu tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah negara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota. Semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak itu, pekerjaan dikuasai monyet. Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat itu geger di seluruh negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur. Negara pecahan diserbu monyet! keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan. Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. Mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi.â Kemudian akhirnya masuk pada masa Perang Dunia II dengan datangnya pasukan Jepang yang dilambangkan dengan gemuruh yang datang dari ujung laut utara. Dimana masa penjajahan Jepang menandai berakhirnya penindasan di negeri ini. Terutama peristiwa jatuhnya bom atom di Nagasaki dan Hiroshima oleh Amerika, sebagai perlambang dalam naskah Wangsit Siliwangi bahwa situasi carut marut yang terjadi ada yang menghentikan yaitu orang seberang. âLaju hawar-hawar, ti tungtung sagara kalĂ©r ngaguruh ngagulugur, galudra megarkeun endog. GĂ©njlong saamparan jagat! Ari di urang ? RamĂ© ku nu mangpring. Pangpring sabuluh-buluh gading. MonyĂ©t ngumpul ting rumpuyuk. Laju ngamuk turunan urang; ngamukna teu jeung aturan. loba nu paraĂ©h teu boga dosa. Puguh musuh, dijieun batur; puguh batur disebut musuh. Ngadak-ngadak loba nu pangkat nu marĂ©ntah cara nu Ă©dan, nu bingung tambah baringung; barudak satepak jaradi bapa. nu ngaramuk tambah rosa; ngamukna teu ngilik bulu. Nu barodas dibuburak, nu harideung disieuh-sieuh. Mani sahĂ©ng buana urang, sabab nu ngaramuk, henteu beda tina tawon, dipalĂ©ngpĂ©ng keuna sayangna. Sanusa dijieun jagal. Tapi, kaburu aya nu nyapih; nu nyapihna urang sabrang.â âLalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana sini. Lalu keturunan kita mengamuk mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman; yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa; mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. Seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi, ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang seberang.â Lalu selanjutnya terdapat suatu masa yang digambarkan dengan munculnya seorang pemimpin negeri ini dengan gambaran sbb âLaju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mĂ©mang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hĂ©sĂ© apes ku rogahala!â âLalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan raja dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan raja; penguasa baru susah dianiaya!â Siapakah sosok yang dimaksud dalam bait ini? Dia adalah Soekarno, Presiden RI pertama. Ibunda Soekarno adalah Ida Ayu Nyoman Rai seorang putri bangsawan Bali. Ayahnya seorang guru bernama Raden Soekeni Sosrodihardjo. Namun dari penelusuran secara spiritual, ayahanda Soekarno sejatinya adalah Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X. Nama kecil Soekarno adalah Raden Mas Malikul Koesno. Beliau termasuk âanak ciritanâ dalam lingkaran kraton Solo. Silakan dibuktikan.. Selanjutnya setelah berganti masa digambarkan bahwa semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli, memerintah sambil menyembah berhala. Kondisi ini melambangkan pemimpin yang tidak mau mengerti penderitaan rakyat. Memerintah tidak dengan hati tapi segala sesuatunya hanya mengandalkan akal pikiran/logika dan kepentingan pribadi ataupun kelompoknya. Sehingga yang terjadi digambarkan banyak muncul peristiwa di luar penalaran. Menjadikan orang-orang pintar hanya bisa omong alias pinter keblinger, seperti yang dikatakan sbb âMingkin hareup mingkin hareup, loba buta nu baruta, naritah deui nyembah berhala. Laju bubuntut salah nu ngatur, panarat pabeulit dina cacadan; da nu ngawalukuna lain jalma tukang tani. Nya karuhan taratĂ© hĂ©pĂ© sawarĂ©h, kembang kapas hapa buahna; buah parĂ© loba nu teu asup kana aseupan. Da bonganan, nu ngebonna tukang barohong; nu tanina ngan wungkul jangji; nu palinter loba teuing, ngan pinterna kabalinger.â âSemakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli, memerintah sambil menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omongÂan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri. Sudah pasti bunga teratai hampa sebagian, bunga kapas kosong buahnya, buah pare banyak yang tidak masuk kukusan. Sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar keblinger.â Lalu dalam situasi dan kondisi tersebut yang tidak berbeda dengan saat ini kemudian muncul sosok orang yang dikatakan dalam naskah Wangsit Siliwangi sbb âTi dinya datang budak janggotan. Datangna sajamang hideung bari nyorĂ©n kanĂ©ron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngĂ©lingan nu keur paroho. Tapi henteu diwararo! Da pinterna kabalinger, hayang meunang sorangan. Arinyana teu areungeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan. Boro-boro dĂ©k ngawaro, malah budak nu janggotan, ku arinyana ditĂ©wak diasupkeun ka pangbĂ©rokan. Laju arinyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun nĂ©angan musuh; padahal arinyana nyiar-nyiar pimusuheun. Sing waspada! Sabab engkĂ© arinyana, bakal nyaram Pajajaran didongĂ©ngkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana arinyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat. Buta-buta nu baruta; mingÂkin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulĂ©. Arinyana teu nyaraho, jaman manusa dikawasaan ku sato!â âPada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar keblinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan ke penjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan. Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa meÂreka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.â Sosok âPemuda Berjanggutâ di atas adalah lambang laki-laki sejati yang sangat kuat prinsip dan akidahnya serta selalu eling dilambangkan dengan baju serba hitam. Dan dia juga seorang yang tekun dan taat beribadah serta kuat dalam memegang ajaran leluhur dilambangkan dengan menyanding sarung tua. Digambarkan bahwa di tengah situasi negeri yang panas membara carut marut dimana manusia dipenuhi nafsu angkara, âPemuda Berjanggutâ datang mengingatkan yang pada lupa untuk kembali eling. Namun tidak dianggap. Lalu pada alinea menjelang akhir dikatakan âJayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? EngkĂ©, mun geus tĂ©mbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gĂ©lo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marĂ©nta bagianana. Ngan nu arĂ©ling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarĂ©rang.â âKekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada muâjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri. Kapan waktunya? Nanti, saat munculnya Anak Gembala! Di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. Yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar, dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.â Situasi tersebut di atas adalah gambaran apa yang terjadi sekarang ini. Kalau kita perhatikan dengan cermat alinea ini, maka memang saat ini seluruh rakyat sedang berharap-harap menunggu datangnya muâjizat di tengah-tengah carut marut yang sedang berlangsung di negeri ini. Lebih-lebih utamanya rakyat korban lumpur Lapindo yang kian hari makin kian sengsara. Bencana datang bertubi-tubi. Huru-hara terjadi di mana-mana. Dan akhir-akhir ini banyak sekali terjadi kasus perebutan tanah. Fenomena paling tragis dalam perebutan tanah pada masa ini 2007 ditandai dengan kasus Pasuruan yang membawa 4 korban tewas rakyat kecil di tangan aparat. Pemuda Gendut merupakan lambang orang yang rakus dan serakah serta memiliki kepentingan pribadi. Dalam bait ini dikatakan bahwa penguasa tersebut akan tumbang pada saat munculnya âBudak Angonâ. Dimana kemunculannya ditandai dengan banyak terjadi huru-hara yang bermula di daerah lalu meluas ke seluruh negeri. Dalam mengkaji Wangsit Siliwangi ini kita telah menemui lelakon atau pemeran utama yang dikatakan dengan istilah âBudak Angonâ Anak Gembala dan âBudak Janggotanâ Pemuda Berjanggut. Coba mari kita simak alinea berikut âNu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabĂ©h gĂ© taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabĂ©h bĂ©ak, bĂ©akna ku nu nyarekel gadĂ©an. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju narĂ©angan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. NarĂ©anganana budak tumbal. sejana dĂ©k marĂ©nta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak CawĂ©nĂ©!â âYang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari Budak Angon, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi Budak Angon sudah tidak ada, sudah pergi bersama Budak Janggotan, pergi membuka lahan baru di Lebak CawĂ©nĂ©!â Perselisihan yang terjadi adalah sia-sia belaka. Karena selalu saja pihak penguasa membantu yang kuat, berdiri angkuh di atas yang lemah. Ada saat dimana âwong cilikâ sebagai lambang âsi lemah yang tertindasâ mencari penuh harap sosok âBudak Angon dan Budak Janggotan.â Namun yang dicari sulit ditemukan karena telah pergi ke Lebak CawĂ©nĂ©. Dimanakah Lebak CawĂ©nĂ© ? Lebak CawĂ©nĂ© adalah suatu lembah seperti cawan, yang dikatakan di dalam Serat Musarar Joyoboyo sebagai Gunung Perahu. Tempat itu digambarkan sebagai suatu lembah atau bukit dimana permukaannya cekung seperti tertumbuk perahu besar. Dikatakan oleh bapak Budi Marhaen, secara gambaran spiritual, di tempat itu terdapat 2 sumber air besar dan ditandai dengan 3 pohon beringin Ringin Telu. Lebih lanjut dikatakan âNu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. DarĂ©ngĂ©keun! Jaman bakal ganti deui. tapi engkĂ©, lamun Gunung GedĂ© anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. GĂ©njlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. HadĂ© deui sakaÂbĂ©hanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati. Tapi ratu saha? Ti mana asalna Ă©ta ratu? EngkĂ© ogĂ© dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia Ă©ta budak angon! Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!â âYang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, carilah Anak Gembala. Segeralah pergi. Tapi ingat, jangan menoleh ke belakang!â Perlambang gagak berkoar di dahan mati bermakna situasi dimana banyak suara-suara tanpa arti. Rakyat menjerit-jerit, penguasa mengumbar janji-janji kosong. Sedangkan negara digambarkan banyak ditimpa bencana. Sekarang ini banyak gunung di nusantara sedang aktif bahkan beberapa gunung telah meletus. Ribut seluruh bumi merupakan lambang keresahan dunia internasional dewasa ini terhadap perubahan iklim dunia dan pemanasan global. Hal ini ditandai dengan banyak bencana yang terjadi di banyak negara. Nampaknya kita sedang memasuki tahapan situasi ini. Mari kita renungkan dan perhatikan dengan apa yang sedang terjadi di seluruh negeri ini. Gunung-gunung telah mulai aktif, banyak terjadi bencana dengan unsur Air, Api, Angin dan Tanah dimana-mana, banyak pula terjadi huru-hara demonstrasi/kerusuhan sebagai lambang ketidakpuasan di berbagai tempat. Apakah ini terjadi secara kebetulan ? Tentu bagi yang memahami, ini semua adalah merupakan skenario langit. Lalu, siapakah âBudak Angonâ itu ? Dari bait tersebut diperlambangkan bahwa budak angon adalah orang sunda atau berdarah sunda. Hal ini akan kita bedah lagi setelah sampai pada kesimpulan setelah kita mengkaji karya-karya leluhur lainnya.>>>sumber
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Prabu Siliwangi berpesan "suatu saat nanti akan datang "Budak Angon" budak= anak; angon=gembala. Yang ia gembalakan ranting dan daun kering analogi pena dan kertas. Ia terus lakukan kegemarannya, menjelajah dan mengumpul apa yang ia temui, yakni sejarah umat manusia zaman ke wangsit Prabu Siliwangi ini nampaknya sejalan dengan agenda Allah di akhir zaman, yaitu membuka secara terang benderang perjalanan sejarah umat manusia, dari yang awal hingga paling akhir, layaknya sebuah film menjelang akhir yang membuka plot cerita sejelas-jelasnya. Hal telah saya bahas khusus dalam tulisan ini Apokalips, Penyingkapan Hal-hal yang Selama Ini Tersembunyi dari Umat Manusia Ada kemungkinan, Budak Angon yang disebut Prabu Siliwangi adalah "hamba Allah" yang berperan sebagai pengungkap secara terang benderang riwayat sejarah umat manusia. Hal menarik lainnya, Ratu Adil yang ada disebutkan dalam wangsit Prabu Jayabaya, ternyata disebutkan pula oleh prabu Siliwangi, bahkan, nampaknya banyak kalangan menganggap bahwa sosok Budak Angon adalah sama dengan Ratu pribadi cenderung sepakat dengan pendapat tersebut. Terutama karena nama "Budak Angon" ataupun "Ratu Adil" lebih merupakan sebutan peran. Jadi, ada saat di mana sosok misterius itu menjalani peran sebagai "anak gembala", di saat lain menjalani peran sebagai "Raja yang Adil".Pemahaman ini dapat dilihat sejalan dengan sebutan Satria Piningit, yang dapat dimaknai satria yang ditahan kemunculannya hingga tiba pada waktu yang ditentukan. Pemahaman nama satria piningat ini kelihatan berkorelasi pula dengan sosok maitreya dalam tradisi halnya satria piningit, sosok maitreya dalam tradisi Buddhist juga biasanya digambarkan dalam visual bentuk patung dengan pose duduk mengongkang kaki, menyiratkan tengah menunggu waktu untuk kemunculannya. Jika kita bergeser ke sosok eskatologi dalam tradisi Islam, di sana ada nama al Mahdi, nama ini pun pada dasarnya sebutan gelar. Mahdi artinya "orang yang mendapat petunjuk".Satria Piningit, Budak Angon, Ratu Adil, Maitreya, hingga Al Mahdi, pada umumnya dipercaya dalam masing-masing tradisi, sebagai seorang sosok anak muda. Ini bisa menguatkan asumsi jika kesemua nama itu merujuk pada satu orang yang siapa sesungguhnya sosok anak muda misterius ini, adalah hal yang tidak akan diungkap, sebelum tiba pada waktu yang ditentukan. Orang yang tahu esensi, seperti Prabu Siliwangi ataupun Prabu Jayabaya, tidak akan mengungkap walaupun sangat mungkin bahwa mereka tahu. 1 2 3 Lihat Sosbud Selengkapnya
budak angon menurut prabu siliwangi